Kamis, 04 Juni 2015

Danau Tahai



Tahai adalah sebutan danau dari bahasa dayak Kalteng sepertinya. Tahai ini berupa danau kecil yang terbentuk konon kabarnya dikarenakan genangan air yang sudah lama akibat galian pasir. Selain itu Tahai juga terbentuk dikarenakan bekas aliran sungai yang alurya jadi berubah, sehingga terbentuk genangan air yang tidak mengikuti aluran sungai lagi.
Gambar : Danau Tahai

Arboretum Nyaru Menteng




Gambar : Arboretum  Nyaru Menteng

Arboretum Nyaru Menteng adalah sebuah kawasan hutan yang di dalamnya terdapat banyak spicies flora dan fauna, yang menjadi objek wisata menarik di kota tersebut ,Di lokasi ini banyak terdapat koleksi kehutanan dengan berbagai jenis seperti tanaman geronggang, meranti, cemara, dan tampan ,terdapat juga proyek reintroduksi sekitar 200 ekor orang utan

Museum Balanga


Gambar : Museum Balanga

Museum Balanga, adalah Museum milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, museum beralamat di Jalan Cilik Riwut Km 2,5 Palangkaraya, Lokasi Museum terletak ditepi jalan protokol, mudah untuk didatangi oleh pengunjung baik itu dari arah palangkaraya maupun dari luar kota palangkaraya.
Status Museum Balanga tadinya adalah Museum Daerah, dan keberadaannya di kota Palangkaraya sudah ada sejak Tahun 1973 silam, kemudian seiring dengan berjalannya waktu, pada Tahun 1990 status Museum Balanga ditingkatkan menjadi Museum Provinsi
Museum dibuka untuk umum pada hari Senin sd Sabtu dari pukul 07.00 sd 14.00 WIB (kecuali Hari Jumat sd pukul 10.30), sedangkan pada Hari Minggu dan Hari Libur Nasional, Tutup .Pengunjung museum dikenakan biaya masuk, tiket masuk Dewasa dan Mahasiswa 2.500 rupiah/orang, dan untuk pelajar 1.000 rupiah/orang, untuk kunjungan rombongan, sebaiknya menghubungi pihak museum sebelum hari kedatangan agar bisa mendapat pelayanan yang lebih maksimal

Sejarah Muara teweh


Gambar: Kota Muara Teweh

Ada yang perlu saya  jelaskan lebih jauh di sini adalah bagaimana asal muasal-muasal nama Muara Teweh itu sendiri. Seacara harfiah, Tumbang berarti Muara dan Tiwei Artinya mudik dan juga identik dengan nama ikan kecil Seluang Tiwei, yang biasanya selalu mudik ke sungai Barito setiap tahun. Sebagaimana artinya, Tiwei yang berati mudik, maka Sungai Tiwei yang bermuara di Sungai Barito, arusnya mudik melawan arus Sungai Barito dan kemudian baru balik mengikuti arus ke selatan. Penyebutan Tumbang Tiwei yang kemudian menjadi Muara Teweh terjadi karena pola sebutan penyeragaman kota se Kalimantan Tengah oleh Belanda pada saat itu. 

Sejarah pangkalan bun

Hari jadi Kabupaten Kotawaringin Barat tidak dapat dilepaskan dari jejak sejarah Kerajaan Kotawaringin yang dibangun oleh keturunan Raja Banjar. Bermula ketika Pangeran Adipati Antakusuma meninggalkan kerajaan Banjar dengan tujuan kearah barat untuk mencari tempat dimana akan didirikan kerajaan baru. Dengan restu Ayahnda dan Ibunda, Pangeran Adipati beserta sejumlah pengawal dan beberapa perangkat kerajaan dengan perahu layar bertolak menuju kearah Barat. Dalam perjalanan banyak tempat yang disinggahi, antara lain : Teluk Sebangau, Pagatan Mendawai, Sampit, Kuala Pembuang hingga akhirnya sampai ke Desa Pandau yang dihuni masyarakat suku Dayak Arut dibawah kepemimpinan Demang Petinggi, di Umpang.

BAWI KUWU

konon sekitar abad ke-18, di sebuah kampung sekitarpertengahan aliran Sungai Rungan tepatnya di Kelurahan Mungku Baru Kecamatan Rakumpit, tinggallah Bawi Kuwu dan kedua orangtuannya. Ketika beranjak dewasa wanita cantik itu dilarang orangtuannya untuk keluar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar dengan dikawal dayang-dayang yang setia mengawal dan menjaga hingga bertahun-tahun lamanya. Pada suatu ketika, kedua orangtua Bawi Kuwu ingin pergi keladang lalu berpesan kepada dayang-dayang untuk menjaga anak kesanyangan mereka itu di dalam rumah. tidak lama setelah kedua orangtuannya itu pergi, tiba- tiba Bawi Kuwu merasakan kepanasan dan ingin madi di Sungai Rungan yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka, tentu para dayang yang mengawal Bawi Kuwu melarangnya untuk keluar rumah, apalagi untuk pergi sendiri ke sungai.

SANAMAN MANTIKEI


Dahulu kala di dusun Kaleka Nusa Kuluk Riam Habambang, sebelah kiri mudik sungai Samba, hiduplah satu keluarga petani. Petani itu mempunyai seorang anak laki-laki bernama Tinjau. Pada suatu hari Tinjau pergi untuk mengantarkan makanan kepada ibu bapaknya di lading. Di tengah jalan, sekonyong-konyong Tinjau melihat seorang yang mirip ayahnya. Orang itu lalu mengajaknya berjalan ke suatu arah. Tinjau menurut saja, karena dirasanya tak salah mengikuti ayahnya sendiri. Mereka berdua berjalan terus hingga tiba pada sebuah jalan yang lebar dan bersih. Akhirnya sampai di sebuah betang (rumah panjang tradisional suku Dayak).

Tarian Suku Dayak Kalteng



Kalimantan Tengah (Kalteng) dengan Suku Dayak sebagai penduduk aslinya kaya dengan keanekaragaman seni dan budaya peninggalan masa lalu. Satu dari kearifan khasanah budaya warisan nenek moyang tersebut terkandung dalam ragam seni tarian.
Pekan lalu, Lembaga Kebudayaan Dayak Palangka Raya (LKD-PR) menggelar pentas tari garapan dan tradisional. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk promosi kesenian daerah guna mendukung pengembangan potensi wisata lokal.

Selasa, 02 Juni 2015

Mandau Terbang Dayak (Kalteng)



Pada saat terjadianya kerusuhan antar Etnis di Sambas dan Sampit, banyak cerita berkembang tentang adanya fenomena Mandau Terbang : (Mandau yang bisa terbang mencari sasaran sindiri, bisa memilih dan memenggal leher musuh). Hal tersebut cukup menggetarkan dan membuat merinding siapapun yang mendegar.Semua dikembalikan pada yang mendengar, boleh percaya boleh tidak. Namun demikian banyak kesaksian yang menguatkan kebenaran akan fenomena tersebut.
Apapun ceritanya harus digaris bawahi bahwa Mandau adalah senjata tradisional Suku Dayak . Mandau telah menjadi Simbol kekuatan, simbol keadilan, simbol persatuan dan sekaligus simbol kehidupan Suku Dayak.

Sumpit Beracun Dayak


Sumpit, Senjata Suku Dayak Yang Lebih Ditakuti Dari Peluru Pada zaman penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu Belanda bersenjatakan senapan dengan teknologi mutakhir pada masanya, sementara prajurit Dayak umumnya hanya mengandalkan sumpit. Akan tetapi, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru.
Gambar: Sumpit Beracun


Penyebab yang membuat pihak penjajah gentar itu adalah anak sumpit yang beracun. Sebelum berangkat ke medan laga, prajurit Dayak mengolesi mata anak sumpit dengan getah pohon ipuh atau pohon iren. Dalam kesenyapan, mereka beraksi melepaskan anak sumpit yang disebut damek.


Mandau Senjata Khas Dayak



Pada jaman dulu jika terjadi peperangan, suku Dayak pada umumnya menggunakan senjata khas mereka, yaitu mandau. Mandau merupakan sebuah pusaka yang secara turun-temurun yang digunakan oleh suku Dayak dan diaanggap sebagai sebuah benda keramat. Selain digunakan pada saat peperangan mandau juga biasanya dipakai oleh suku Dayak untuk menemani mereka dalam melakukan kegiatan keseharian mereka, seperti menebas atau memotong daging, tumbuh-tumbuhan, atau benda-benda lainnya yang perlu untuk di potong.

Sandung Ngabe Sukah



Sandung Ngabe Sukah terletak di Kecamatan Pahandut berupa sebuah makam pendiri Kota Palangka Raya dengan makamnya yang berbentuk rumah kecil (sandung). Sandung merupakan sebuah bangunan kecil persegi panjang beratap, bertiang terbuat dari kayu ulin / beton, tempat menyimpan tulang belulang orang yang telah meninggal (setelah ditiwahkan).
Sandung didirikan di Bukit Pahandut, di belakang rumah Ngabe Sukah (seorang tokoh yang disegani di desa Pahandut, dan sebagai Kepala Desa yang pertama, dibawah Kademangan Sawang, sekitar tahun 1928).

Suku Aborijin dengan Dayak Kuno



Penduduk asli Australia yang disebut Aborijin, mungkin tidak pernah mengira apabila nenek moyang mereka sekitar 10.000 tahun silam pernah mengembara di rimba belantara hutan Kalimantan.
Perkiraan itu timbul berkat penemuan lukisan kuno berusia 10.000 tahun di gua batu di pedalaman Kalimantan Timur, belum lama ini. Penemuan lukisan kuno berusia 10.000 tahun itu sangat berarti bagi ilmu pengetahuan dan penelitian yang agaknya memunculkan teori kronologis pemukiman manusia. Aborijin telah mengembara dari rimba Kalimantan menuju "Negeri Kanguru". Penemuan penting bagi asal-usul peradaban manusia itu berkat kerja sama Tim Survei Prancis-Indonesia yang didanai oleh salah satu perusahaan minyak dan gas bumi (migas) terbesar di Asia, yakni perusahaan kontraktor bagi hasil (KPS) Pertamina, TotalFinaElf.

Asal Mula Sungai Barito



Pada zaman dahulu, di sebuah tumpung (desa sangat kecil, hanya dihuni beberapa kepala keluarga) di daerah ngaju, tinggal seorang janda dengan dua orang anaknya. Anak yang tertua bernama Patih Laluntur, sedang yang seorang lagi bernama Patih Sasanggan.Dikarenakan usia yang telah lapuk dimakan waktu, sang ibu meninggal dunia, sehingga tingga...llah dua orang kakak beradik yang sudah menginjak usia remaja. Keduanya hidup rukun, sampai tumbuh menjadi pemuda dewasa.
Beranjak dari keinginan untuk mengubah pola hidup mereka yang sangat sederhana di tumpung, disertai keinginan untuk memperbaiki taraf kehidupan, serta keinginan menimba pengalaman di daerah luar, Patih Laluntur dan Patih Sasanggan sepakat untuk meninggalkan gubug mereka di tumpung.
Dengan bekal seadanya, kedua kakak beradik itu berangkat mengembara, tanpa tahu arah yang mesti dituju.

Gara-gara Bersetubuh di pantai Kalap


Pantai Kalap yang angker itu dipercaya berpenghuni makhluk halus yang bisa diajak berkolaborasi dengan manusia. Salah satunya untuk mendapatkan anak. Caranya, dengan bersetubuh di areal pantai tersebut. Kisah mistis berikut ini salah satu contohnya....

Ini benar-benar aneh, tapi nyata. Sepasang suami isteri muda terpaksa harus kehilangan anaknya karena digondol makhluk gaib. Ini terjadi gara-gara mereka lupa akan nazarnya. Kisah ini dialami suami isteri yang tinggal di daerah Samuda, Kec. Hanau, Kab. Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Bagaimana kisah mistisnya? Berikut penuturan keluarga pelaku kepada Penulis....
Jauhari namanya. Pria ganteng yang bekerja di kantor swasta ini menikahi seorang dara cantik bernama Ida. Namun hingga beberapa tahun usia perkawinan mereka belum juga dikaruniai anak. Padahal mereka begitu mendambakan hadirnya seorang anak dalam rumah tangga mereka.


PANGLIMA KUMBANG HANYA NAMA PANGGILAN


Bagi masyarakat Dayak gelar Pangkalima (baca Panglima-red) bukanlah gelar sembarang gelar. Seseorang yang menyandang gelar Pangkalima adalah sosok yang di anggap terpandang di masyarakat karena memiliki kelebihan dan selalu menjadi pelindung masyarakat Dayak. Seroang Pangkalima juga jarang mau menampakan diri di masyarakat sebagai seorang Pangkalima melainkan sebagai rakyat biasanya, makanya ada beberapa Pangkalima yang masih misterius keberadaannya. Sosok Pangkalima selalu di gambarkan sebagai seorang yang sederhana dan bersahabat dengan semua orang.

PANGLIMA BURUNG



Dalam masyarakat Dayak, dipercaya ada suatu makhluk yang disebut-sebut sangat Agung, Sakti, Ksatria, dan Berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni gunung di pedalaman Kalimantan, dan sosok tersebut selalu bersinggungan dengan alam gaib. Kemudian sosok yang sangat di dewakan tersebut oleh orang dayak dianggap sebagai Pemimpin spiritual, panglima perang, guru, dan tetua yang diagungkan. Ialah panglima perang Dayak, Panglima Burung, yang disebut Pangkalima oleh orang Dayak pedalaman.

Minyak Bintang Dari Dayak



Siapa yang tidak pernah mendengar “minyak bintang”. Minyak kesaktian yang sangat ampuh bagi sebagian besar masyarakat kalimantan khususnya suku dayak .Setelah meminumnya, maka orang ini akan kebal dari segala macam senjata. Bahkan kalau terlukapun, bagian yang luka tinggal di oles denganminyak bintang ini akan langsung sembuh tanpa bekas. Semua yang kita harus lakukan adalah untuk mengkonsumsi beberapa tetes pada Kamis malam dan anda akan senantiasa dalam perlindungan kekuatan bintang. Rahasia atau asal usul ‘Minyak Bintang’Pada zaman dahulu kala,minyak bintang sebenarnya digunakan suku dayak untuk mengobati luka atau patah kaki,minyak ini sangat mujarab,karena hanya memerlukan waktu satu malam untuk penyembuhannya.

Istana Kuning ( Kalteng )


Pangeran Adipatih Anta Kusuma  Adalah yang mendirikan satu-satunya Kerajaan di Kalteng ini, dan sekaligus menjadi Raja Pertama di Kesultanan Kutaringin. Pangeran Adipatih merupakan anak ke empat dari Raja Banjar. Pendirian kerajaan ini berdasarkan perundingan dengan ayahnya untuk menghindari perebutan tahta dari kakak tertua beliau yang menjadi ahli waris Kesultanan Banjar.
Sang pangeran pun memutuskan pergi untuk mendirikan kerajaan baru di daerah tengah Kalimantan. Ketika berkelana di hutan bersama dengan prajuritnya, sang Pangeran terkejut saat melihat puluhan pohon beringin besar yang tertata sangat rapih di pedalaman hutan, dan akhirnya menjadi inspirasi nama kesultanannya, yang berasal dari dua kata yaitu kuta (pagar) dan ringin (beringin).


Sabtu, 16 Mei 2015

Rumah Adat Betang(Kalteng)



Rumah betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan dan dihuni oleh masyarakat Dayak terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak.

Ciri-ciri Rumah Betang yaitu yaitu bentuk panggung dan memanjang.Panjangnya bisa mencapai30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter.Biasanya Betang dihuni oleh 100-150 jiwa, Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu.Bagian dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang bisa dihuni oleh setiap keluarga.

Bukit Batu Kasongan(Kalteng)

Situs Bukit Batu yang terletak di Desa Bukit Batu Wilayah Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan (Kalimantan Tengah).
 
Cukup mudah untuk ke sana dengan menggunakan kendaraan umum atau kendaraan pribadi dengan biaya relative murah, jaraknya sekitar 72 km dari Palangka Raya melewati ruas jalan menuju arah Ibukota Kabupaten Katingan yang beraspal cukup mulus
Gambar: Bukit Batu Kasongan

Konon ceritanya, Riwut Dahiang adalah ayah dari Tjilik Riwut sangat mendambakan sesuai dengan keyakinan yang dianut yaitu agama Kaharingan, maka berangkatlah Riwut Dahiang ke suatu tempat yang dianggap keramat yaitu Bukit Batu, dengan khusus Riwut Dahiang bertapa memohon diberi anak laki-laki. Petunjuk yang dapat kelak dikemudian hari mengemban tugas khusus bagi masyarakat sukunya.

Jumat, 15 Mei 2015

Pertempuran Suku Dayak di Pulau Kupang



Alkisah Temanggung Sempung sudah mengambil Nyai Nunjang menjadi istrinya dan di anugerahi seorang putri yang diberi nama Nyai Undang, seorang putri yang sangat cantik parasnya, seperti dewi turun dari kayangan. Maka Temanggung Sempung bermaksud akan mengambil Sangalang anaknya Mereng cucu dari Karangkang menjadi menantunya.
Maka tersiarlah kabar dimana-mana akan kecantikan Nyai Undang itu, dan berita itu pun sampailah kepada Raja Laut namanya Sawang. Maka datanglah Raja Sawang dengan balatentaranya, dengan maksud untuk mengawini Nyai Undang tersebut. Dan dia berjanji dengan semua balatentaranya, jika maksudnya untuk mengawini Nyai Undang itu tidak diterima, maka dia akan mengumumkan perang dengan kota Pulau Kupang itu.

KOTA KUALA KAPUAS



Sebagai salah satu kota tertua di Kalimantan Tengah. Pada awal terbentuknya Kabupaten Kapuas, merupakan salah satu eks daerah dayak besar dan swapraja kota Waringin yang termasuk dalam wilayah karesidenan Kalimantan Selatan, dengan penduduk asli Suku Dayak Ngaju, yang terdiri dari dua sub suku yaitu Suku Kapuas Kahayan dan Suku Ot Danum (oldaman) yang bermukim disebelah kanan kiri sungai Kahayan, serta Suku Kapuas Kahayan bermukin disamping kanan kiri Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan antara hilir sampai tengah, sedangkan ot danum (oldaman) bagian hulu dari kedua sungai tersebut.

Selasa, 12 Mei 2015

PERJUANGAN SUKU DAYAK


Sebelum abad XIV, daerah Kalimantan Tengah termasuk daerah yang masih murni, belum ada pendatang dari daerah lain. Saat itu satu-satunya alat transportasi adalah perahu. Tahun 1350 Kerajaan Hindu mulai memasuki daerah Kotawaringin. Tahun 1365, Kerajaan Hindu dapat dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Beberapa kepala suku diangkat menjadi Menteri Kerajaan.
Tahun 1620, pada waktu pantai di Kalimantan bagian selatan dikuasai oleh Kerajaan Demak,  agama Islam mulai berkembang di Kotawaringin. Tahun 1679 Kerajaan Banjar mendirikan Kerajaan Kotawaringin, yang meliputi daerah pantai Kalimantan Tengah. Daerah-daerah tersebut ialah : Sampit, Mendawai, dan Pembuang. Sedangkan daerah-daerah lain tetap bebas, dipimpin langsung oleh para kepala suku, bahkan banyak dari antara mereka yang menarik diri masuk ke pedalaman.

Manusia Hantu (Hantuen)



Dahulu kala, di Baras Semayang hiduplah sebuah keluarga yang memiliki seorang anak gadis bernama Tapih. Suatu hari, Saat Tapih mandi di sungai, tiba-tiba topi tanggul dareh (topi yang tepinya lebar dan khusus dipergunakan pada upacara khusus) miliknya dihempaskan angin kencang dan jatuh di sungai. Topi itu kemudian terbawa arus sungai yang cukup deras.
Karena topi itu dianggap bukan sembarang topi, maka Tapih dan orang tuanya menyusuri setiap desa yang terletak di sepanjang sungai Rungan untuk mencarinya.

Selasa, 05 Mei 2015

Kurusuhan Sampit (KALTENG)



Penyebab Terjadinya Tragedi Sampit hingga saat ini masih simpang siur. Saya bertanya dari berbagai narasumber dan searching di Google, hasilnya berbeda-beda pendapat. Ada yang mengatakan tragedi ini berawal dari kasus pencurian ayam, kasus perkelahian remaja antar etnis, kasus kesenjangan sosial, dll. Namun dari berbagai pendapat itu, saya bisa menyimpulkan bahwa tragedi kerusuhan sampit ini sebenarnya berawal dari masalah sepele/kecil yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan atau jalur hukum yang ada tanpa harus mengorbankan ratusan bahkan ribuan nyawa. Akan tetapi masalah2 sepele itu terjadi berulang-ulang dan tanpa penyelesaian yang maksimal, sehingga menimbulkan suasana yang rentan akan konflik yang lebih besar. Dari beberapa sumber ada beberapa kasus yang telah terjadi berlarut-larut hingga memuncak pada kerusuhan sampit.

Batu Banama di Bukit Tangkiling



Bukit tangkiling terletak di kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. jarak tempuhnya dari kawasan kota Palangka Raya kurang lebih 34 Km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Tempat ini biasanya ramai dihari-hari libur karena banyak orang yang berekreasi ke tempat ini, di Bukit Tangkiling terdapat sebuah batu yang berbentuk seperti perahu, konon ceritanya pada dahulu kala batu ini adalah sebuah perahu yang berubah menjadi batu (basaluh) oleh yang Maha kuasa karena terjadinya sebuah pali (pantangan) ceritanya hampir mirip dengan legenda sangkuring , pada masa lampau pulau borneo merupakan bagian dari lautan dan  masa lalu daratannya hanya sedikit yaitu daerah tengah dan daerah timur pulau borneo sekarang=saat itu bukit tangkiling termasuk wilayah daratan sehingga disitu menjadi sebuah kampung, dikampung itu hiduplah seorang seorang ibu dan anak laki-lakinya suaminya udah meninggal.

Sejarah Perdamaian Tumbang Anoi



Terjadinya perang antar suku Dayak Ngaju dari Kahayan, Kalimantan Tengah dengan suku Dayak Kenyah Mahakam, Kalimantan Timur sebagai akibat adanya kesalah fahaman yang titik akar permasalahannya adalah memperebutkan lokasi tempat berusaha pengambilan (memanen) getah Nyatu.
 Lokasi tempat usaha pengambilan getah Nyatu ini sehari harinya adalah tempat usaha memanen getah Nyatu oleh orang Dayak Ngaju Kahayan. Lokasi daerah tempat pengambilan getah Nyatu ini terletak di antara perbatasan wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur tepatnya di pegunungan Puruy Ayau dan Puruk Sandah. Di mana perang antar Suku Dayak ini semakin memanas di kedua belah pihak dengan cara saling kayau mengayau.
Sehingga terjadi peristiwa yang di kenal dengan nama Kayau 100 yang artinya : Telah terjadi pertempuran /perang di Tumbang Tuan sebelah Udik Tumbang Toyus di Sei Barito Hulu atau pertempuran di Datah Nalau, Kalimantan Timur.

Damang Bahandang Balau



Konon ceritanya di daerah perkampungan Suku Dayak yang disebut Kampung Dadahup, termasuk daerah aliran sungai Barito dan masyarakatnya pada waktu itu masih belum mengenal dunia luar. Memang mereka pada asal mulanya berasal dari Tumbang Kapuas dari Betang Sei Pasah yang didirikan sekitar tahun 1836, sehingga dari keluarga Damang Bahandang Balau berangsur-angsur pindah dan bermukim / mendirikan suatu perkampungan yang disebut Kampung Dadahup.

Jumat, 01 Mei 2015

Ambun dan Rimbun



Konon, pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah, hiduplah seorang janda bersama dua orang anak laki-lakinya yang sudah remaja. Anak pertamanya bernama Ambun, sedangkan anak keduanya bernama Rimbun. Banyak orang di kampung itu mengira mereka saudara kembar, karena wajah dan perawakan keduanya mirip sekali. Namun sebenarnya mereka bukanlah saudara kembar, karena umur keduanya selisih satu tahun.

Uder Mancing



Alkisah, di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah, hiduplah seorang laki-laki bernama Uder. Ia tinggal bersama istrinya di sebuah gubuk yang berada di tepi sungai. Uder seorang suami pemalas. Semua pekerjaan dianggapnya berat. Hanya tidur dan memancing yang menjadi kesenangannya. Jika tidak pergi memancing, ia hanya tidur di rumah sampai berjam-jam. Bahkan ia terkadang tidur dari pagi hingga sore. Ia baru bangun pada saat perutnya lapar, dan kembali tidur setelah perutnya kenyang.
Begitu pula halnya jika memancing, si Uder terkadang berhari-hari tidak pulang ke rumahnya. Ia sangat bangga jika pulang ke rumah membawa ikan walau hanya satu ekor atau hanya ikan kecil sekalipun. Oleh karena itu, orang-orang kampung memanggilnya Uder Mancing.

Asal Mula Pulau Nusa



Alkisah, pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang laki-laki bernama Nusa. Ia tinggal bersama istri dan adik ipar laki-lakinya di sebuah kampung yang berada di pinggir Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah. Pekerjaan sehari-hari Nusa dan adik iparnya adalah bercocok tanam dan menangkap ikan di Sungai Kahayan.
Pada suatu waktu, kemarau panjang melanda daerah tempat tinggal mereka. Kelaparan terjadi di mana-mana. Semua tanaman penduduk tidak dapat tumbuh dengan baik. Tanaman padi menjadi layu, buah pisang menjadi kerdil. Air Sungai Kahayan surut dan ikan-ikannya pun semakin berkurang.

Asal Mula Sumber Garam Sepang


Alkisah pada zaman dahulu kala, di Desa Sepang (sekarang Kecamatan Sepang), Kalimantan Tengah, hiduplah seorang janda yang bernama Emas. Ia hidup bersama dengan putrinya yang bernama Tumbai. Tumbai adalah gadis yang cantik nan rupawan. Ia juga baik hati dan sangat ramah kepada setiap orang. Setiap pemuda yang melihatnya berkeinginan untuk menjadi pendamping hidupnya. Oleh karena itu, banyak pemuda yang datang untuk meminangnya. Namun, Tumbai selalu menolak setiap pinangan yang datang kepadanya. Ibunya sangat gelisah melihat sikap Tumbai. Meskipun ibunya sudah berusaha membujuk Tumbai agar menerima salah satu pinangan, Tumbai tetap saja menolak.


BATU SULI



Legenda Batu Suli  dipercayai oleh masyarakat Dayak Ngaju dan Ot Danum benar-benar pernah terjadi. Menurut cerita orang-orang tua, dahulu kala sebuah tebing batu yang disebut batu Suli pernah roboh sehingga menutup hubungan lalu-lintas ikan dari Kahayan Hulu ke Kahayan Hilir.
Kejadian ini sungguh tidak mengenakan bagi bangsa Ikan, dahulu mereka mempunyai kekerabatan dan sanak saudara di Kahayan Hulu atau sebaliknya di Kahayan Hilir. Lama kelamaan keadaan itu tidak tertahankan lagi bagi bangsa Ikan, meraka merasa seperti terpenjara akibat putusnya aliran sungai Kahayan itu. Mereka benar-benar tersiksa aikbat peristiwa tebing longsor itu.
Masalah besar bangsa ikan itu harus dicarikan pemecahannya. Untuk menanggulanginya, kemudian para ikan berkumpul dan mengadakan musyawarah besar di Sungai Kahayan. Musyawarah besar bangsa ikan itu akhirnya menghasilkan keputusan yaitu untuk menegakkan kembali tebing yang telah roboh itu.

Nyai Balau, pendekar wanita dari Tewah



Desa Tewah termasuk desa yang cukup besar dan banyak penduduknya, serta aman tenteram dan makmur pada seratus tahun yang lalu. Masa itu hiduplah dua orang wanita kakak beradik bernama Balau dan Tajuh, sebagai anak dari  Nyahu dan isterinya Manyang.  Mereka berdua telah bersuami.  Balau dengan Laut sedangkan Tajuh dengan Mecen. Balau seorang perempuan yang berjiwa besar, bijaksana,tajam pemikirannya,  panjang akal dan tanggap dalam  mengatasi  berbagai kesulitan  maupun  bahaya yang  dihadapi  masyarakat sedesanya.       

CERITA PALUI (Kalteng)



Palui adalah seorang anak laki-laki yang berasal dari sebuah kampung di wilayah Kalimantan Tengah. Dia merupakan anak sulung dari empat bersaudara. Palui adalah anak yang rajin, setiap hari ia membantu ayahnya mencari ikan di sungai. Sutu hari, Palui harus mencari ikan seorang diri sebab ayahnya sedang sakit. Palui menebarkan jaring ke sungai beberapa kali, namun tidak ada seekor ikan pun yang berhasil masuk ke jaringnya.

ASAL USUL IKAN PATIN



Alkisah, di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah, Indonesia, hiduplah sepasang suami-istri yang miskin. Si Suami bernama Labih, sedangkan istrinya bernama Manyang. Walau hidup miskin, mereka senantiasa hidup rukun, damai dan bahagia. Keduanya saling menyayangi. Ke mana saja pergi, mereka selalu berdua dan saling membantu dalam setiap pekerjaan. Ketika Labih ke hutan mencari kayu atau mencari ikan di sungai, istrinya selalu menyertainya. Sudah hampir sepuluh tahun mereka menjalani hidup berdua tanpa kehadiran seorang anak. Mereka setiap hari berdoa kepada Tuhan agar dikaruniai seorang untuk mengisi hari-hari mereka. Namun, sebelum mendapatkan anak, Manyang meninggal dunia karena sakit. Maka tinggallah Labih seorang diri. Hidupnya pun semakin terasa sepi.

Tjilik Riwut



Seorang yang Mebanggaakan tanah leluhurnyaserta selalu menyatakan dirinya sebagai "orang hutan" karena ia lahir dan tumbuh besar di belantara hutan Kalimantan. Ia lahir di Katunen, Kasongan, tepatnya Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Ia adalah seorang yang mencintai alam dan dan seorang yang mempunyai pendirian yang kuat yang dapatmelihat sekitarnya dengan dasar yang kokoh terutama mengenai budaya Dayak.
Ketika Ia menginjak usia remaja, ia sering pergi seorang diri menuju Bukit Batu, untuk bertapa. Pada waktu melakukan pertapaan inilah ia memperoleh petunjuk pertama kali yang mengarahkannya untuk menyeberangi lautan menuju ke Pulau Jawa. Pada jaman dulu bisa dibayangkan keterbatasan sarana transportasi apalagi sarana komunikasinyasangatlah sulit. Unruk mencapai pulau Jawa ia tak kenal lelah dan putus asa, halangan serta rintangan dianggapnya sebagai pemacu semangat untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan. Segala macam cara ia coba untuk melakukannya baik itu ia harus berjalan kaki menerobos lebatnya belantara Kalimantan, menyusuri sungai menggunakan perahu maupun rakit, agar ia dapat mencapai pulau Jawa di seberang laut sana. Akhirnya, ia punsampai juga di Banjarmasin, sekarang ibukota Kalimantan Selatan, dan di sinilah ia mendapatkan pekerjaan yang akan mengantarkannya ke tempat tujuan, yaitu Pulau Jawa.

Dohong dan Tingang


Dohong adalah seorang pemuda kampung yang sehari-harinya menangkap burung di hutan di daerah Kalimantan Tengah, Indonesia. Suatu hari, sepulang dari menangkap burung, Dohong dikejutkan oleh kehadiran seorang gadis cantik jelita di pondoknya. Siapakah gadis cantik itu? Lalu apa yang akan dilakukan Dohong terhadap gadis cantik itu? Ikuti kisah selengkapnya dalam cerita Dohong dan Tingang berikut ini!

Asal Mula Danau Malawen



Danau Malawen adalah sebuah danau yang terletak di Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah, Indonesia. Menurut cerita yang beredar di kalangan masyarakat setempat, danau yang di tepiannya terdapat beragam jenis anggrekini dahulu merupakan sebuah aliran sungai yang di dalamnya hidup berbagai jenis ikan. Namun karena terjadi peristiwa yang mengerikan, sungai ituberubah menjadi danau . Peristiwa apakah yang menyebabkan sungai itu berubah menjadi danau? Kisahnya dapat Anda ikuti dalamcerita Asal Mula Danau Malawen berikut ini.

Sangi Sang Pemburu



Dahulu ada seseorang yang bernama Sangi.Dia adalah seorang pemburu yang tangguh.Sangi pandai menyumpit buruan,Sumpitnya selalu mengenai sasaran.Setiap kali berburu ia selalu berhasil membawa pulang daging babi hutan dan daging rusa.
Sangi bertempat tinggaldi daerah aliran sungai Mahoroi,anak sungai Kahayan.Pada suatu hari sangi berburu dari pagi hingga petang namun tak mendapatkan seekor pun binatang.Keadaan ini membuat ia kesal.Karena hari mulai sore,ia pun pulanglah dengan tangan kosong.Didalam perjalanan pulang ia melihat bahwa air tepi sungai sangatlah keruh.Ini bertanda bahwa babi hutan baru saja minum air di sana.Dugaannya di perkuat oleh jejak kaki babi hutan.

PANGLIMA BATUR



Panglima Batur adalah salah seorang pejuang Perang Banjar (Bandjermasinsche Krijg), yakni perang antara dua bangsa dan pemerintahan yang berdaulat, yakni antara bangsa Banjar di Kesultanan Banjarmasin di satu pihak yang wilayah utamanya meliputi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah sekarang dengan pihak Belanda. Pada saat berdirinya Kesultanan Banjar, semua suku yang ada dalam wilayah teritorial Kesultanan Banjar seperti suku Banjar, Bukit, dan Dayak (a.l. suku Dayak Dusun, Ngaju, Kayan, Siang, Bakumpai) baik yang beragama Islam maupun yang masih menganut kepercayaan Kaharingan adalah ”Bangsa Banjar”.
        

Datu Ayuh, Tingkai dan Badil



Masuknya Islam ke daerah Kotabaru yang datarannya menyatu dengan pulau Kalimantan.Masuknya Islam ke daerah itu diperkirakan tahun 1570. Konon, Sultan Tamjidillah dari Martapura memiliki anak yang bernama Ratu Intan. Ratu Intan inilah yang kemudian memasuki daerah Pamukan Utara hingga memiliki daerah kekuasaan di sana.Sebelumnya, agama Hindu-Budha sudah lebih dahulu sampai di daerah itu. Agama ini dibawa oleh dua kakak beradik bernama Tingkai dan Badil. Tingkai dan Badil ialah dua pemuda yang diam di daerah Kalteng. Karena merasa bosan, mereka lalu bertualang ke daerah Jawa, mempelajari gamelan, hingga pulang lagi ke Kalteng dan berniat pergi ke tempat lain.

Mangkikit KALTENG



Legenda Mangkikit terjadi di Kalimantan Tengah. Tepatnya di Sungai Katingan, di situlah ada sebuah jeram yang disebut Riam Mangkikit. Riam ini adalah yang terbesar di antara riam lainnya di Kalimantan Tengah. Di situ ada sebuah tempat yang disebut Batu Tangudau. Batu itu dinamai demikian sebab kata orang di bawah batu itu terdapat lubang ikan tangudau yaitu sejenis ikan hiu.
Konon dikisahkan, di tengah riam itu ada sebuah kampung kecil. Di kampung itu hanya ada sebuah rumah betang (rumah keluarga yang luas) dan lima buah rumah biasa. Pemimpin kampung itu seorang pemuda yang gagah berani bernama Mangkikit. Walaupun masih tergolong muda, Mangkikit disegani orang. Sifatnya yang agak pendiam, jujur, berani karena benar, membuatnya lebih berwibawa.
Sementara Istrinya yang bernama Nyai Endas adalah seorang perempuan yang sangat cantik. Kecantikan Nyai Endas telah terkenal ke seluruh daerah. Banyak pemuda yang sengaja bermalam di betang dengan maksud sekedar ingin menyaksikan kecantikan Nyai Endas. Lebih-lebih, hampir sepuluh tahun perkawinannya dengan Mangkikit belum juga dikarunai putra. Walaupun demikian, keduanya tetap hidup bahagia, aman, dan damai.